Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) adalah asosiasi sektoral yang bergerak di bidang industri dan perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1974 oleh kalangan pengusaha TPT Indonesia. Sebagaisebuah organisasi pertekstilan di Indonesia yang non-pemerintah, non-profit, dan independen, API mempunyai komitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja industri dan perdagangan TPT nasional.

Tujuan didirikannya API adalah sebagai wadah bagi anggota untuk menyalurkan aspirasi dan juga memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan dan peningkatan industri dan perdagangan TPT Indonesia yang disusun dan dirancang serta diputuskan setiap 3 (tiga) tahun sekali di Musyawarah Nasional (Munas) API.

Aktivitas API yang utama adalah memfokuskan pada pelayanan untuk kepentingan dan kebutuhan anggota yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama dengan pemerintah, pengusaha TPT, komunitas industri mesin TPT, asosiasi disainer, perguruan tinggi & akademi, pers, pengamat & pakar pertekstilan, dan stakeholders pertekstilan lainnya dengan tujuan untuk pengembangan dan peningkatan industri dan perdagangan TPT nasional.

Aktivitas tersebut antara lain informasi industri TPT Indonesia, data angka actual kinerja industri TPT Indonesia, penelitian dan pengembangan bagi kepentingan industri TPT nasional, dan informasi lainnya seputar industri dan perdagangan TPT Indonesia.

Anggota API pada tahun 2007 berjumlah 1070 perusahaan TPT (berskala besar dan menengah) yang terdiri dari industry fiber making (pembuat serat), industry spinning (pemintalan), industry weaving/knitting (pertenunan/perjutan), industry embroidery (pembordiran), industry dyeing/printing/finishing (pencelupan/pencetakan/penyempurnaan), industry pembatikan termasuk kerajinan dan handycraft, industry garment (pakaian jadi), dan industri pembuatan tekstil jadi.

Sebagai organisasi pertekstilan di Indonesia, kantor utama API berkedudukan di Jakarta, yaitu Badan Pengurus Nasional (BPN) yang membawahi Badan Pengurus Propinsi (BPP) dan Komisariat Daerah (Komda – Solo, Semarang, Pekalongan, Klaten) dimana 7 BPP (Jogjakarta, Bali, NTB, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Selatan) merupakan basis industri TPT berskala kecil dan menengah termasuk UKM, kerajinan dan handycraft. Dan 5 BPP (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur) merupakan basis industri TPT berskala besar dan menengah.

Adapun jenis industri TPT dan potensi per wilayah, sebagai berikut :

  • BPP API DKI Jakarta, jenis industrinya spinning, weaving, knitting, dying, printing, finishing, garment, dengan skala besar dan menengah, termasuk wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Karawang. Industri garmentnya mengarah pada high fashion; industri weavingnya terdiri dari woven knitting dan non woven; dan industri dyeing/printing/finishing pada processing.
  • BPP API Banten, jenis industrinya maupun potensinya tidak jauh berbeda dengan BPP API DKI Jakarta.
  • BPP API Jawa Barat, jenis industrinya spinning, weaving, knitting, dying, printing, finishing, garment, dengan industrinya berskala besar dan menengah, termasuk wilayah Purwakarta dan Sumedang. Industri weavingnya terdiri dari woven, knitting dan beberapa non woven; industri dyeing/printing/finishing pada processing. Industri kecil dan menengahnya pada hand woven, bordir, dan sutera, diwilayah Tasikmalaya dan Majalaya.
  • BPP API Jawa Tengah, jenis industrinyaspinning, weaving, wnitting, dying, printing, finishing, garment, dengan skala besar dan menengah. Industri weavingnya terdiri dari woven dan knitting; industri dyeing/printing/finishing pada processing. Industri kecil dan menengahnya merupakan tekstil tradisional bergerak di sektor batik, hand woven tradisional, dan bordir.
  • BPP API Jawa Timur, jenis industrinyaspinning, weaving, knitting, dying, printing, finishing, garment. Industrinya berskala besar dan menengah. Industri weavingnya terdiri dari woven, knitting dan beberapa non woven; industri dyeing/printing/finishing pada processing. Untuk UKMnya dalam bentuk tekstil tradisional di sektor batik, hand woven tradisional, bordir.
  • BPP API D.I. Jogjakarta, jenis industrinya spinning, weaving, garment, dengan skalanya kecil dan menengah serta umumnya adalah tekstil tradisional. Ada beberapa industri besar, yaitu industri weaving pada woven dan knitting, industri dyeing/printing/finishing pada processing, industri garment yang mengarah ke fashion, serta sektor batik dan hand woven tradisional.
  • BPP API Bali, jenis industrinya weaving, dyeing, printing, garment. Industrinya berskala kecil dan menengah, serta hampir sebagian besar bergerak di hand woven, tradisional batik, ikat, songket, dan tekstil tradisional lainnya.
  • BPP API NTB, jenis industrinya garment dengan skala kecil dan tradisional dengan potensinya ikat, songket, hand woven tradisional.
  • BPP API Lampung, jenis industrinya printing, garment, batik, dan hand woven. Industrinya banyak di garment berskala kecil dengan sifatnya tradisional seperti songket, tapis, batik, bordir, sulaman.
  • BPP API Sumatra Barat, jenis industrinya garment berskala kecil dan menengah dalam bentuk tekstil tradisional, hand woven tradisional, batik, songket, bordir, dan sulaman.
  • BPP API Riau, jenis industrinya printing dan garment yang banyak bergerak di garment tradisional dalam bentuk songket, hand woven tradisional.
  • BPP API Sulawesi Selatan, jenis industrinya garment dengan potensinya sutera tradisional, hand woven, spinning tradisional, dan garment berskala kecil.

BPN API berkedudukan di Gedung Adhi Graha Lantai 16. Jalan Jend. Gatot Subroto Kaveling 56, Jakarta 12950, Indonesia. Telp. (62-21) 5272171  Fax. (62-21) 5272166, E-mail: sekretariat@bpnapi.org , buscenter@bpnapi.org , Website: www.indonesiaspinners.com

RCEP : ASEAN+3 dan ASEAN+6

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) antara negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan negara ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand) untuk produk TPT (tekstil dan produk tekstil) menurut pandangan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebaiknya tidak dilakukan, karena ada yang lebih penting yaitu penguatan industri dan perdagangan TPT antar sesama negara ASEAN.

Alasan yang paling mendasar untuk tidak dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Perdagangan produk TPT intra-ASEAN untuk ekspor-impornya belum maksimal, yaitu rata-rata baru hanya 10,7%.
  2. Industri TPT ASEAN adalah produsen dengan level negara berkembang, termasuk produsen TPT Indonesia, sementara negara yang akan dijadikan partner kerjasama adalah Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand yang notabebenya adalah produsen level industri, sehingga tidak sebanding dan akhirnya produsen TPT ASEAN akan selalu berada di posisi yang lemah.
  3. Ekspor produk TPT Indonesia ke ASEAN meningkat, akan tetapi kenyataannya penguasaan pasarnya di negara ASEAN menurun. Penurunan penguasaan pasar produk TPT Indonesia di pasar negara ASEAN antara lain disebabkan masuknya produk TPT dari Cina, Korea Selatan, India ke pasar ASEAN.
  4. Untuk RCEP ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan/atau ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand) ini, nantinya akan ada 2 (dua) fokus utama, yaitu INVESTASI dan MARKET AKSES.
  • Untuk INVESTASI, sangat kecil kemungkinannya produsen TPT ASEAN akan berinvestasi di negara Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand, yang pastinya adalah mereka yang akan berinvestasi di negara ASEAN. Yang perlu dipertanyakan apakah investasinya tersebut dalam bentuk Joint Venture (yang menguntungkan produksen TPT ASEAN), bukan dalam bentuk Direct Invesment yang produsen TPT ASEAN hanya sebatas pekerja.
  • Untuk MARKET AKSES, yang pastinya produk TPT dari Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand tersebut yang akan masuk dan dijual di pasar negara ASEAN, bukan sebaliknya. Karena produk TPT mereka adalah produk industri yang kualitasnya pasti lebih bagus dengan harga kompetitif daripada produk TPT ASEAN yang teknologinya masih menengah ditambah lagi dengan biaya produksi yang tidak efsien.

Dari perspektif diatas, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengusulkan sebaiknya RCEP ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan/atau ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, New Zealand) tidak dilakukan.

  • Mengingat selama ini pasar ASEAN yang besar dengan jumlah penduduknya sebanyak ± 617 juta orang atau 9% dari penduduk dunia, kenyataanya tidak dapat dimanfaatkan oleh produsen TPT ASEAN sendiri, termasuk Indonesia. Pasar ASEAN justru dinikmati oleh mitra calon RCEP ASEAN seperti Cina, India, Korea Selatan.
  • Salah satu keuntungan bagi pihak Indonesia berdasarkan Tabel 1 diatas, untuk impor intra-ASEAN yang di dominasi produk tekstil seperti serat, benang, kain, dan produk tekstil jadi lainnya, produsen TPT nasional dapat mengisinya, karena industri TPT Indonesia terbilang lengkap diantara sesama produsen TPT ASEAN lainnya.