Monthly Archives: Maret 2012

Permasalahan Klasik Di Industri TPT Nasional & Usulan Solusinya

Permasalahan Pada Proses Produksi
  • Pembiayaan, secara langsung akan memperkuat modal kerja perusahaan dan mendorong kontinuitas kegiatan usaha. Masalahnya, sulitnya akses untuk mendapatkan kredit, dan juga tingkat suku bunga bank tinggi, akhirnya tidak dapat ekspansi usaha atau penambahan kapasitas produksi. Usulannya, lembaga keuangan asing dari luar negeri yang bersedia mengucurkan kreditnya, diberikan kemudahan, baik untuk sistim keuangannya maupun besaran bunga kreditnya.
  • Bahan Baku, yaitu kapas (cotton) 98% impor lebih dari 60 negara dan saat ini beberapa negara produsen cotton menerapkan pajak ekspor untuk cottonnya, karena untuk pemenuhan dalam negerinya, sehingga supply cotton dunia berkurang tetapi demand meningkat dan akibatnya harga cotton mahal. Masalahnya, bukan dengan menanam cotton di Indonesia (karena lahannya lebih baik ditanam dengan padi, jagung, umbi-umbian), tetapi merubah komposisi persentase penggunaan cotton dengan polyester (PSF) dan viscose/rayon (VSF) yang Indonesia kuat dan masih dapat dikembangkan di dalam negeri atau tidak perlu impor. Akan tetapi masalahnya industri spinner nasional, untuk produksi benang, tidak bisa merubah komposisi persentase penggunaan cotton dengan Poliester (PSF), karena selain produksi dalam negeri tidak mencukupi, untuk impor terbentur pada Peraturan Menteri Keuangan tentang anti dumping (Permenkeu No. 196/2010) untuk impor PSF sejak 23 November 2010. Begitu pula persentasi penggunaan Viscose/Rayon (VSF) karena lebih banyak diekspor padahal dalam negeri masih kurang. Usulannya, dicabut Permenkeu No. 196/2010 tersebut, karena yang mengganggu pasar dalam negeri bukan bahan baku tetapi  impor benang, kain, dan pakaian jadi. Untuk PSF & VSF utamakan pemenuhan dalam negeri, jika di ekspor berlakukan pajak ekspor minimal 15%.
  • Energi (listrik, solar/MFO, batubara, gas), dalam proses produksi penggunaan listrik 70% dari PT. PLN dan sisanya sebesar 30% memakai pembangkit sendiri dengan solar/MFO, batubara, dan gas. Masalahnya, listrik tarifnya di Indonesia mahal (USD 0,80), di Korea USD 0,60% di Viet Nam USD 0,70% di Pakistan 0,66%. Sementara untuk gas & batubara sangat sulit untuk mendapatkan pasokannya dan jika ada harganya mahal. Mahalnya tarif listrik tersebut ternyata PT. PLN banyak menggunakan minyak/solar untuk pembangkitnya, sehingga biaya produksinya tinggi/mahal. Selain  tarifnya mahal dan tiap tahun naik terus ditambah lagi dengan adanya biaya tambahan antara 3% – 5% di rekening tagihan untuk pendapatan daerah yaitu PPJ (pajak penerangan jalan). Untuk energi alternatif (gas & batubara), ternyata pemenuhan/pasokan dalam negeri hanya 25% (gas) dan 24,17% (batubara), selebihnya di ekspor. Usulannya, untuk kepentingan dalam negeri, maka pemenuhan gas & batubara di dalam negeri adalah 80% dan sisanya baru di ekspor, sehingga dengan menggunakan batubara untuk pembangkitnya, maka PT. PLN dapat menjual listrinya ke konsumen sekitar Rp.439/kWh (jika dengan minyak/solar harga jualnya Rp.1200/kWh, dengan gas Rp.800/kWh). Kemudian PPJ dicabut, karena membuat tarif listrik jadi mahal. Sedangkan gas adalah untuk industri agar produknya dapat bersaing.
  • Skill & Produktivitas Tenaga Kerja, sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan daya saing produk. Masalahnya, upah setiap tahun naik tetapi skill & produktivitas pekerja tidak pernah ditingkatkan. Ditambah lagi jam kerja di Indonesia hanya 40 jam/minggu, sedangkan di negara-negara ASEAN rata-rata 48 jam/minggu. Usulannya, lakukan koordinasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan industri/asosiasi, sehingga ada sistem terpadu untuk peningkatan skill & produktivitas pekerja nasional. Dan revisi untuk jam kerja tersebut agar produktivitas pekerja Indonesia meningkat.
Permasalahan Pada Pendistribusiannya
  • Infrastruktur Pelabuhan, hingga kini tarifnya tidak kompetitif dan masih ada biaya tambahan yang tidak jelas yang akhirnya mereduksi daya saing produk TPT nasional. Masalahnya, infrastruktur pelabuhan di Indonesia dikenal sebagai pelabuhan dengan biaya mahal (di Indonesia untuk container 20 feet USD 95, di Thailand USD 63, Vietnam USD 70, Malaysia USD 88) ditambah lagi biaya-biaya lainnya seperti penumpukan, pemindahan lokasi, toeslag, termasuk transaksi pembayarannya yang masih menggunakan mata uang asing, bukan rupiah. Usulannya, untuk transaksi di semua pelabuhan di Indonesia menggunakan mata uang lokal atau Rupiah. Dan untuk besaran tarif/biaya di pelabuhan gunakan pembanding dengan negara-negara ASEAN. Dicabut biaya-biaya yang tidak jelas sehingga produk TPT nasional kompetitif.
  • Transportasi Darat, dari dan menuju pelabuhan – perusahaan atau kawasan industri. Masalahnya, banyak jalan yang rusak, selalu terjadi kemacetan, pembatasan jam jalan, dan lainnya yang tidak efisien. Sebagai info biaya angkutan truk di Indonesia adalah USD 0,34/km dan di ASIA USD 0,22/km. Jika terjadi kemacetan atau angkutan jarak pendek, biaya truk diIndonesia sekitar USD 4/km. Usulannya, percepat pembangunan jalan tol dari dan ke perusahaan atau kawasan industri – pelabuhan untuk mengurangi kemacetan. Segera investasi transportasi dengan kereta api dari kawasan industri ke pelabuhan (lebih cepat dan aman serta biayanya lebih kompetitif).
  • Transportasi Udara, jika ada kebijakan baru lakukan pembahasannya secara bersama-sama dengan seluruh stakeholders  termasuk koordinasi antar kementerian, sehingga apa yang terjadi pada ketentuan tentang regulated agent tidak terulang kembali.
Permasalahan Pada Pasar
  • Pasar Dalam Negeri/Domestik, masih banyak produk/barang impor yang beredar di pasar domestik. Usulannya, optimalisasikan pengawasan di lapangan bersama-sama asosiasi atas peredaran produk/barang, terutama ditempat-tempat utama seperti mall, factory outlet, tanah abang, ITC, dan lainnya, dengan memeriksa faktur pajaknya, faktur bea masuk jika produk/barang tersebut impor. Berlakukan segera labelisasi bahasa Indonesia pada produk akhir yang beredar di dalam negeri. Untuk kebijakan impor, pembahasannya melibatkan asosiasi yang anggotanya adalah produsen.
  • Pasar Ekspor, saat ini susah untuk diprediksikan karena perubahan yang terjadi sangat cepat. Usulannya, percepat pembicaraan perjanjian perdagangan secara bilateral atau dalam bentuk FTA (free trade agreement) dengan negara-negara yang perekonomiannya maju, sehingga ada perlakuakn khusus bagi produk TPT nasional di negara yang bersangkutan.