Tag Archives: kebijakan impor

Kajian Pakaian Bekas

Analisis & Prediksi

Secara HUKUM, impor PAKAIAN BEKAS dilarang berdasarkan: 

  • Kepmenperindag RI No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya dan Kepmenperindag RI No. 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag RI No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya, tertulis “DILARANG untuk impor barang gombal baru dan bekas dengan HS ex. 6310.90.000”.
  • Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2004 Ditjen Bea dan Cukai, untuk HS 63.10 dengan uraian barang: gombal, skrap benang pintal, tali, tali tambang dan kabel bekas atau baru serta barang usang dari benang pintal, tali tambang atau kabel, dari bahan tekstil, termasuk HS 6310.10.10.00 (gombal bekas atau baru); 6310.10.90.00 (lain-lain); 6310.90.10.00 (gombal bekas atau baru); 6310.90.90.00 (lain-lain), tertulis “DILARANG”.

 

Dari sudut INDUSTRI, impor PAKAIAN BEKAS khususnya akan sangat mengganggu pasar domestik yang merupakan pangsa pasar bagi industri garmen kecil dan konveksi. Dan umumnya akan mengganggu seluruh sektor industri TPT nasional, yaitu industri weaving/knitting; industri spinning; dan industri serat. Penjelasannya sebagai berikut:

  • Produk industri garmen kecil dan konveksi nasional pasarnya sebesar 100% adalah domestik, walaupun ada yang ekspor akan tetapi tidak langsung. Disamping itu pula, pangsa pasarnya adalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dengan adanya impor PAKAIAN BEKAS, sudah pasti pasar industri garmen kecil dan konveksi tidak lagi 100% karena harus berbagi dengan produk impor tersebut. Akibatnya, dan ini dapat diprediksikan, bahwa akan ada beberapa industri garmen kecil dan konveksi ini yang tidak beroperasi/tutup/mati.
  • Dengan terganggunya industri garmen kecil dan konveksi ini, dampaknya secara berurutan menggangu pula industri hulunya. Pertama mempengaruhi industri weaving/knitting yang rata-rata ±65% produknya digunakan oleh industri garmen kecil dan konveksi. Kedua, mengganggu produksi industri spinning sebagai penyuplai industri weaving/knitting yang rata-rata  ±50%. Ketiga, mempengaruhi produksi industri serat yang menyuplai ke industri spinning yang rata-rata  ±75%.

 

Secara NASIONAL, impor PAKAIAN BEKAS akan menimbulkan kekacauan terhadap pola distribusi TPT domestik pada pruduksi, dan ini artinya, produksi industri TPT nasional akan menurun yang pada gilirannya akan terjadi penurunan pula pada penggunaan mesin-mesin industri. Implikasinya:

  • Di bidang SOSIAL, yaitu pengurangan tenaga kerja (baca: PENGANGGURAN) sesuai dengan proporsi mesin-mesin yang digunakan. 
  • Di bidang EKONOMI, selain terjadi penurunan pada penerimaan DEVISA dari ekspor termasuk pajak dan retribusi, juga mempengaruhi penerimaan pada penjualan/pendapatan industri TPT itu sendiri. Namun disisi lain, KONSUMEN golongan ekonomi lemah atau masyarakat yang berpenghasilan rendah memperoleh manfaat, yaitu banyak pilihan dan harga murah.  

 

Rekomendasi

  1. Bahwa untuk impor PAKAIAN BEKAS sudah jelas dilarang. Aturan yang melarang “sudah ada”, kemudian apa yang dilarang “sudah jelas”, dan yang mengeluarkan aturan/ketentuan termasuk penetapan tanggalnya serta yang menandatangani/yang mengesahkan “sudah jelas tertulis”.
  2. Bahwa untuk impor PAKAIAN BEKAS memang ada yang menguntungkan bagi beberapa pihak, tapi hanya untuk jangka pendek. Sementara untuk kontinuitas atau jangka panjang keberlangsungan bagi industri TPT nasional, khususnya industri garment, sama sekali tidak ada benefitnya karena tidak ada nilai tambahnya.