Tag Archives: industri TPT

DIALOG TEKSTIL NASIONAL (DTN) 2014

Jakarta, 11 Desember 2014

BIDANG ENERGI
Di industri TPT nasional, energi listrik dan gas bumi sangat penting untuk menjalankan mesin-mesin di produksi. Oleh karenanya proses produksi akan ini akan berjalan jika energi listrik dan gasnya tersedia dan mencukupi.

Masalahnya :

  • Energi listrik di Indonesia selain tarif dasarnya mahal dan selalu disesuaikan dengan nilai kurs Rupiah terhadap US Dolar, dan juga kualitas listriknya tidak stabil.
  • Untuk gas bumi, selain sulit untuk mendapatkan/suplainya, juga untuk harganya tidak ada kepastian.

Akibatnya harga satuan produk meningkat, produk yang dihasilkan cacat/tidak bagus dan kualitas minim, tahap akhirnya menurunnya dayasaing produk TPT dipasar domestik, regional, maupun internasional. Dan akan bertambah rugi lagi, jika impor produk TPT meningkat karena lebih murah harganya daripada produk TPT dalam negeri, dan ini pastinya mengakibatkan neraca perdagangan TPT nasional defisit serta kontribusi pajak menurun.

Usulan & Rekomendasi
Energi listrik dan gas bumi merupakan kebutuhan bahan pokok bagi industri TPT nasional, oleh karenanya jika tarif listrik dan gas bumi tersebut mahal dan tidak ada kepastiannya, maka sama saja artinya menekan dan membatasi kinerja industri TPT nasional untuk menghasilkan devisa ekspor serta menyerap tenaga kerja.

Besaran tarif dasar listrik (TDL) di Indonesia saat ini adalah 10,5 cent USD/kwh, lebih mahal dari China yang hanya 10,1 cent USD/kwh. Ditambah lagi di China ada potongan harga sebesar 50% untuk pemakaian listrik antara jam 23:00 hingga jam 05:00. Sebagai informasi, TDL di negara kompetitor, yaitu Vietnam 7 cent USD/kwh, Pakistan 6,6 cent USD/kwh, Korea Selatan 6 cent USD/kwh, Bangladesh 3 cent USD/kwh.

Untuk meningkatkan dayasaing produk TPT nasional, sebaiknya :

  • Untuk tarif dasar listrik (TDL) di industri TPT nasional :
    – Yang menggunakan listriknya secara kontiniu > 300 jam/bulan, maka ditetapkan TDLnya lebih murah dari tarif normal, atau
    – Ada penetapan 2 jenis TDL untuk pemakaiannya, yaitu pertama antara jam 06:00 – 23:00 untuk TDLnya normal, dan kedua pemakaian antara jam 23:00 – 06:00 untuk TDLnya lebih murah atau ada potongan harga sebesar 50% dari TDL normal.
    – Implikasi dari potongan harga TDL tersebut diatas akan terjadi penambahan tenaga kerja, karena pastinya akan ada perusahaan TPT yang beroperasi pada jam 23:00 – 06:00 tersebut.
  • Untuk gas bumi, wajib ada jaminan ketersediaan dan kepastian harganya bagi industri TPT nasional sesuai dengan kebutuhannya, atau ditetapkan pemenuhan kebutuhan gas bumi untuk industri TPT nasional, yaitu 100% + cadangan 20%.

BIDANG KEUANGAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 6/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi Serta Ketentuan Biaya Akuisisi Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Dan Harta Benda Serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi dan Tsunami 2014.

Masalahnya pada SE OJK yang menetapkan tarif premi serta ketentuan biaya akuisisi untuk besaran nilai tarif premi yang harus dibayar oleh perusahaan TPT nasional jadi tinggi, yaitu meningkat 2 – 3 kali lipat dibandingkan dengan tarif premi sebelumnya, atau meningkat hampir 300% dari tarif premi sebelumnya.

Usulan & Rekomendasi
Penerbitan SE oleh OJK tersebut dilatarbelakangi oleh persaingan tarif premi antar sesama perusahaan asuransi di Indonesia.

  • Akan tetapi yang menjadi korban adalah perusahaan tertanggung, termasuk industri TPT nasional yang membayar tarif preminya tinggi 2 – 3 kali lipat atau hampir 300% dari tarif premi sebelumnya.
  • Ditambah lagi, perusahaan-perusahaan asuransi tersebut, bukan 100% kepemilikannya Indonesia.

SE OJK tersebut sangat tidak-tidak adil, oleh karenanya :

  • Tarif premi asuransi selayaknya ditentukan secara B2B antara perusahaan tertanggung dengan perusahaan asuransi.
  • Wajib ada mekanisme potongan harga bagi perusahaan tertanggung yang tidak pernah/yang sedikit mengajukan klaim.
  • Perusahaan tertanggung yang tidak mengajukan klaim, maka di tahun berikutnya dapat potongan/discount secara gradual, yaitu pembanyarannya makin lama makin rendah.

Kapas (cotton) merupakan bahan baku untuk produk TPT, yaitu untuk produk benang lalu berlanjut ke produk kain dan terakhir ke produk pakaian jadi. Masalahnya sejak 22 Juli 2014 status kapas dari barang tidak kena pajak menjadi barang kena pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Padahal kapas yang di impor tersebut belum di proses, sehingga belum ada nilai tambahnya. Dan ini mengakibatkan harga produksi benang, kain, pakaian jadi akan tidak kompetitif, karena dari bahan bakunya yaitu kapas sudah mahal harganya sebagai akibat adanya PPN 10%.

Usulan & Rekomendasi
Sebelum tahun 2014 kapas tidak dikenakan PPN 10%, karena status kapas adalah sebagai barang strategis sebagai bahan baku yang utama yang dibutuhkan oleh industri TPT nasional. Sehubungan dengan saat ini kapas dikenakan PPN 10%, maka :

  • Agar dikembalikan seperti sebelumnya, yaitu status kapas sebagai barang tidak kena pajak, karena kapas impor tersebut belum ada nilai tambahnya. Untuk aturannya tersebut adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
  • Dasar usulannya adalah kontribusi industri TPT nasional terhadap negara dimana setiap tahunnya menghasilkan nett devisa ekspor rata-rata senilai antara USD 4,3 – 5 miliar dan menyerapkan tenaga kerja pada tahun 2013 sebanyak 1.54 juta orang.

BIDANG PERDAGANGAN
Dalam dunia bisnis, pasar merupakan kata kuncinya. Oleh sebab itu akses pasar sangatlah menentukan untuk peningkatan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Saat ini daya saing produk TPT di Indonesia mengalami masalah serius di Uni Eropa (UE) dan Amerka Serikat (AS).

Masalahnya adalah produk TPT nasional di pasar UE dan AS, harus bersaing dengan produsen TPT dari Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Bangladesh, Turky, yang mendapatkan fasiltas tarif bea masuk yang rendah dikarenakan telah ada kerjasama dengan UE dan AS, baik dalam bentuk perjanjian bilateral, FTA (Free Trade Agreement), TPP (Trans Pacific Partnership), maupun Customs Union.

Usulan & Rekomendasi
Jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta jiwa dan sifatnya konsumtif, merupakan pasar bagi produsen TPT nasional, oleh karenanya wajib dijaga dan diamankan dari produk TPT impor.

Besarnya pasar Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS), menjadi suatu ketertarikan sendiri bagi para produsen TPT dunia, maka tidaklah mengherankan jika persaingan untuk akses pasar di pasar UE dan AS ini sangat ketat.

  • Dengan adanya inisiatif kerjasama bilateral atau CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dengan Uni Eropa (UE), maupun TPP dengan Amerika Serikat (AS), manfaatnya secara langsung adalah dayasaing produk TPT Indonesia di pasar UE dan AS akan meningkat tajam. Karena tarif bea masuknya akan rendah, atau paling tidak mendapatkan perlakukan khusus. sehingga nilai ekspornya diprediksikan bisa meningkat 200% dalam 3 tahun.
  • Dan dampak positifnya, baik untuk pemerintah Indonesia maupun bagi industri TPT Indonesia. Karena selain devisa dari ekspor akan meningkat, juga akan ada tambahan penyerapan tenaga kerja sebagai akibat kinerja industri TPT nasional meningkat.

Untuk pasar UE dan AS, maka perjanjian dagang untuk produk TPT dengan UE dan AS merupakan suatu kebutuhan, dan eksisitensinya adalah untuk lapangan kerja dan devisa, serta keberlangsungan industri TPT nasional itu sendiri. Oleh karenanya :

  • Segera mempercepat pembicaraan/negosiasi dengan UE baik itu dalam bentuk CEPA, FTA, maupun perjanjian bilateral untuk perdagangan TPT.
  • Agar Indonesia bergabung di TPP untuk akses pasar di AS dalam rangka meningkatkan kinerja industri TPT nasional.

BIDANG INDUSTRI
Bahan baku selain eksklusif dan sensitif bagi industri TPT nasional juga merupakan salah satu komponen yang utama, terbesar dan terpenting. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maka prosentase bahan baku adalah 40% lalu permesinan sebesar 30% dan manajemen 30%.

Masalahnya :

  • Tidak ada kejelasan dan jaminan atas gas bumi di dalam negeri sebagai bahan baku untuk pembuatan PTA.
  • Ketersediaan serat tekstil sintesis dan rayon di pasar dalam negeri yang tidak stabil dan jika ada harganya lebih tinggi dari harga impor.
  • Bahan baku kapas (cotton) di industri spinning nasional untuk memproduksi benang banyak bermasalah, yaitu : dikenakan karantina, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi; kapas yang dibeli oleh industri spinning Indonesia, umumnya untuk gudang penyimpanannya di Malaysia, sehingga harga jualnya bertambah mahal, dan waktu pengirimannya bertambah, karena ada biaya tambahan.

Usulan & Rekomendasi
Jika harga dan suplai bahan baku bermasalah, tidak hanya berdampak negatif di industri hulunya saja, tetapi juga mengganggu rantai pasok (supply chains) serta mengakibatkan risiko pasar ke industri hilirnya. Jika ini terjadi, pastinya kualitas produk TPT nasional tidak bagus, dan harganyapun anjlok. Dampak akhirnya, kinerja industri TPT nasional menurun. Oleh karenanya :

  • Wajib ada jaminan ketersediaan gas bumi sebagai bahan baku untuk pembuatan PTA, sehingga dengan adanya PTA tersebut, maka bahan baku untuk PSF menjadi stabil.
  • Wajib ada kebijakan pembatasan ekspor serat tekstil sintesis dan rayon yang diproduksi di dalam negeri. Ekspornya hanya diperbolehkan jika terjadi over-supply di dalam negeri. Apabila pembatas ekspor ini tidak dapat dilakukan, maka dibolehkan impor untuk serat tekstil sintesis dan rayon.
  • Untuk kapas (cotton) : tidak perlu ada kebijakan karantina bagi importasi kapas, karena ketersediaan kapas di dalam negeri dan sebagian besar kapas impor, telah memiliki sertifikasi keamanan dan mutu dari negara pengekspor; dan membangun gudang kapas di Indonesia yang terintegrasi dengan pelabuhan, logistik gudang, dan kereta api. Untuk itu diperlukan kebijakan dari pemerintah dengan konsep Non Resident Inventory Store atau Logistics/Distribution Center atau dalam istilah Indonesianya adalah Gudang Berikat Tujuan Distribusi Skala Internasional atau Gudang Berikat Serba Ada. Kebijakan ini diperlukan agar pemilik/pedagang kapas mau untuk menempatkan kapasnya di Indonesia, dan jika kapasnya tersebut ada sisa karena tidak laku terjual, maka kapas dimaksud dapat di re-export.

BIDANG KETENAGAKERJAAN
Untuk pekerjaan yang berkaitan dengan jasa, yang sifatnya melayani orang lain, dan mendapat bayaran/upah, maka wajib diperlukannya standar keahlian. Di tambah lagi saat ini teknologi di industri semakin maju, maka standar keahlian tenaga kerjanya merupakan suatu keharusan agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan tehnologi tersebut.

Masalahnya di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini :

  • Keahlian tenaga kerjanya terabaikan dan tidak pernah ditingkatkan. Bahkan sangat minim sekali untuk sertifikasi kompetensi. Padahal standar keahlian dalam pekerjaan sangat berguna untuk menjamin produktivitas, untuk dapat meningkatkan efisiensi, untuk meningkatkan pendapatan pekerjanya, dan untuk efektivitas perusahaan. Yang kesemuanya itu berujung pada peningkatan dayasaing produk TPT Indonesia.
  • Sementara upahnya setiap tahun selalu meningkat, dan seringkali penetapan besaran upahnya berdasarkan tekanan serikat pekerja (demo).

Usulan & Rekomendasi
Globalisasi dunia dan liberalisasi ASEAN menimbulkan kompetisi, bukan hanya di produksinya tetapi juga pada pekerjanya. Yang akan menjadi filter dalam kompetisi antara pekerja lokal dengan pekerja asing adalah standar keahlian dengan sertifikasi kompetensi. Untuk itulah diperlukannya sertifikat kompetensi bagi pekerja industri TPT nasional sesuai dengan pekerjaan yang diembannya.

Saat ini sangat minim sekali sumber daya manusia (SDM) di Indonesia memiliki sertifikasi kompetensi sebagai tenaga kerja yang kompeten dibidangnya, termasuk di industri TPT nasional. Untuk itu :

  • Sertifikasi kompetensi dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Pemerintah wajib mendirikan tempat pendidikan dan pelatihan kejuruan yang memiliki sertifikasi kompetensi. Sementara itu, untuk siswa SMK/SMA dan D1 diberikan pelatihan gratis untuk sertifikasi kompetensi.
  • Atas permasalahan upah, sudah seharusnya : penetapan upah minimum merupakan kebijakan pemerintah pusat, dalam arti bukan lagi wewenang pemerintah daerah; dan wajib ada standar baku yang rasional untuk perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL). Karena untuk industri TPT yang padat karya ini selalu mengikuti KHL. Oleh karenanya untuk KHL wajib dengan peraturan menteri, sebab industri TPT yang padat karya ini adalah jaring pengaman sosial.

Untuk jangka panjangnya, Pemerintah segera membangun Rusunawa disekitar kawasan industri TPT nasional, sehingga tidak saja produktivitas pekerja optimal, dan efisien di perusahaan, tetapi juga kesejahteraan pekerjanya meningkat. Fasilitas di Rusunawa tersebut antara lain ada poliklinik, sekolahan, transportasi dari/ke rusunawa – pabrik.

BIDANG TRANSPORTASI
Secara singkat, transportasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu angkutan darat, angkutan laut, angkutan udara, dan kereta api. Peran transportasi bagi pendistribusian barang sangatlah penting, karena termasuk bagian yang akan menentukan harga jual produk/barang di pasar.

Masalahnya sistem transportasi di Indonesia berjalan sendiri-sendiri, tidak terorganisir dan terpadu, tidak efisien, serta biayanya mahal, akhirnya :

  • Mengakibatkan produk TPT nasional, selain harganya tidak kompetitif, untuk lalu lintas peredaran arus barang/produknya pun jadi tidak lancar.
  • Dampaknya, volume produk TPT nasional tidak bertambah, kinerjanya pun menurun.

Masalah lainnya yang merupakan bagian dari 4 jenis transportasi tersebut adalah :

  • Untuk angkutan darat, yaitu tingkat kemacetan yang tinggi, banyaknya jalan yang rusak dan berlubang, yang akhirnya biaya operasional angkutan darat jadi tinggi, dan tarifnya mahal.
  • Kereta api belum maksimal dimanfaatkan untuk kelancaran arus barang/produk di dalam negeri.
  • Untuk angkutan laut, pelayanan pelabuhan di Indonesia dikenal dengan tarifnya yang mahal dan tinggi, serta pembayarannya dengan mata uang asing bukan rupiah.

Usulan & Rekomendasi
Kelancaran pendistribusian barang/produk sangat terkait dengan transportasi, yaitu angkutan laut, darat, udara, dan kereta api. Dengan sistem yang terorganisir dan terpadu, efisien, serta biaya yang kompetitif, selain akan menentukan percepatan arus produk TPT nasional, juga akan meningkatkan volumenya yang akhirnya kinerka industri TPT nasional meningkat dan berkembang. Oleh karenanya, jika mata rantai transportasi ini tidak tersistem, sama saja artinya sebagai kegagalan pemerintah pada 2 kepentingan nasional, yaitu kegagalan dalam menghasilkan devisa dari ekspor dan kegagalan mengurangi angka pengangguran.

Untuk itu yang diperlukan adalah :

  • Untuk transportasi darat, laut, dan kereta api, yang dibutuhkan adalah pengaturan yang lebih efektif untuk simpul-simpul titik kepadatannya (intermoda), seperti di pelabuhan tanjung priok hanya untuk bongkar-muat barang dari/ke kapal.
  • Penyelesaian administrasi kepabeanan, karantina, dan BPOM, dilakukan di kantong-kantong industri per kawasan yang memiliki fasilitas layanan pelabuhan dan jasa logistik (yaitu gudang, transportasi darat dan kereta api, depo kontainer, depo trucking) terintegrasi antara angkutan truk dan kereta api untuk pendistribusian barang dari/ke Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ini efektif karena ritase dan pergerakan angkutan truk dan kereta api lebih optimal dan semua pergerakan transportasi tersebut (pergi – pulang) terisi kontainer.
  • Sedangkan kereta api dimanfaatkan untuk pendistribusian barang/produk di dalam negeri dan juga mensupport untuk ekspor – impor. Dengan mengoptimalkan kereta api, maka mengurangi jumlah angkutan truk yang berlalu – lalang keluar-masuk kota Jakarta, mengurangi kemacetan, dan menjadikan perawatan jalan lebih ringan. Untuk itu perlu :
    – Membangun/mengaktifkan jalur kereta api dari/ke pelabuhan – kawasan industri yang memiliki fasilitas logistik.
    – Menambah kapasitas angkut dan jadwal kereta api logistik.